TUAN TANAH NAGEKEO TOLAK KOREM

BR - Pertemuan 12 warga yang diarsiteri Anggota DPRD NTT asal PDIP, Kornelis So’i, SH dan Rahman Daeng dengan Danrem 161 Wirasakti Kupang, Kol. (Inf) Arief Rahman, MBA di Markas Komando Resor Militer (Makorem) pada Rabu, (8/8/07) lalu ternyata menyulut protes Yoseph Nusa, cs. Pasalnya, pemilik lahan seluas 34 hetar di Mbay, ibukota Kabupaten Nagekeo itu menolak diatas tanah mereka dibangun Makorem.
“Siapa yang utus mereka (Kornelis So’i, cs) ketemu Danrem. Siapa yang suruh mereka kasi saya punya tanah untuk dibangun Korem. Saya tidak mau. Nelis So’i itu koq kayak tahu saja soal kepemilikan tanah disini. Yang benar saja. Siapa yang serah tanah untuk TNI. Tanah Towak itu milik suku Towak. Kalau mau pakai, harus dibicarakan dulu dengan semua suku Towak, jangan main caplok saja,” tohok Yoseph Nusa saat ditemui Mingguan Berita Rakyat di Mbay belum lama ini.
Kemarahan Yoseph Nusa berawal dari pemberitaan sebuah media cetak terbitan Kota Kupang yang isinya antara lain , Anggota DPRD NTT, Kornelis So’i , meminta TNI AD segera membangun Korem di Mbay. Kepada Danrem dan media tersebut, Kornelis So’i mengaku di Desa Towak, Kecamatan Aesesa, terdapat 34 hektar lahan milik TNI AD yang belum dimanfaatkan.
“Lahan yang mana? Siapa yang kasi TNI? Kornelis So’i tahu darimana? Jangan begitulah! Ini hak kami. Tolong dihargai,” pinta Yoseph Nusa.
Beredar kabar kalau keinginan mendatangkan Korem ke Flores itu hanyalah keinginan PDIP semata. Ini merupakan strategi PDIP untuk meraih simpati TNI guna mendukung Ketua DPD PDIP NTT, Drs. Frans Lebu Raya agar langgeng meraih kursi Gubernur NTT Periode 2008-2013.
“Kami rakyat kecil ini bukan tidak terima Korem, tapi tanah yang Kornelis So’i bilang itu adalah milik kami. Kalau mau gunakan tanah kami, yah...omong dulu. Ganti rugi dulu,” tegas Yoseph Nusa.
Sementara itu, saat ditemui di kediamannya di Mbay, Rahman Daeng yang baru saja tiba dari Kupang itu mengaku kepergiannya ke Kupang awalnya bukan untuk membicarakan masalah Korem dengan Danrem. “Kami ke Kupang itu untuk lobi agar pak Gaspar Batu Bata dijadikan sebagai Ketua DPC PDIP Kabupaten Nagekeo. Tapi ketika sampai disana, kami diajak pak Nelis So’i untuk ketemu pak Danrem. Keesokan harinya ketika koran-koran tulis soal pertemuan kami dengan pak Danrem, saya kaget. Karena maksud kami bukan seperti yang dinyatakan oleh pak Nelis So’i di koran-koran. Soal Korem kami tidak tolak. Tapi soal lahan semestinya omong dulu dengan pemilik tanah, saya juga tidak abis pikir koq bisa pak Nelis tahu bahwa di Mbay ada lahan TNI,” tandas Rahman Daeng.
Kekecewaan terhadap Kornelis So’i cs juga disampaikan Penjabat Bupati Nagekeo, Drs. Elias Djo. “Beberapa warga ke Kupang ikut pertemuan dengan Danrem dan menyatakan bahwa di Kabupaten Nagekeo siap menerima Korem, dan lokasinya di Wewoloe seluas 34 hektar. Memang menurut tata ruang, ada lokasi tanah di Wewoloe seluas 34 ha, tapi belum diserahkan ke intitusi TNI AD. Jadi, soal Korem harus disosialisasi dulu, bukan serta merta masyarakat langsung terima. Kalaupun ada lokasi, kita perlu tanya kepada masyarakat, mereka setutuju atau tidak. Pernyataan beberapa tokoh yang bertemu Danrem itu tidak bisa mewakili seluruh masyarakat Nagekeo, apalagi Flores,” tohoknya.
Langkah yang tepat, lanjut Elias Djo, soal Korem ini harus disosoialisasikan kepada kalayak banyak. Bagaimana responnya, baru ditindaklanjut.
“Kita harus memeberikan pemahaman kepada masyarakat tentang keberadaan intitusi ini. Sebetulnya baik juga, tapi masalahnya mereka (Kornelis So’i cs-Red) yang ketemu Danrem itu mengatasnamakan tokoh-tokoh masyarakat Nagekeo. Siapa yang utus mereka,” timpalnya.
Salah seorang tokoh masyarakat Kelurahan Mbay II, Kecamatan Aesesa, Kabupaten Nagekeo, Kalans Tonga justru menolak kehadiran Korem di Mbay. Menurutnya, kini belum saat Korem masuk ke Flores.
“Kita ini hidup dalam bingkai NTT bagian dari NKRI. Satu provinsi yah...satu korem. Tidak bisa satu provinsi dua korem. Apalagi sekarang ini belum saatnya Flores ada Korem. Kami masyarakat Flores belum butuh. Disini aman-aman saja pak,” paparnya.
Aspirasi pembentukan Propinsi Flores, yang meliputi seluruh kabupaten di Pulau Flores dan Kabupaten Lembata hingga kini masih diwarnai kecemasan. Setidaknya, ada yang khawatir kalau-kalau pembentukan Propinsi Flores hanya akan memuluskan gagasan TNI Angkatan Darat untuk mendirikan Makorem Flores sebagai pemekaran dari Korem 161 Wirasakti Kupang. Namun, sebagaian orang Flores juga menggagas agar Flores menjadi propinsi tanpa Korem, apalagi Kodam.
Ya, “Flores menjadi propinsi tanpa Korem dan Kodam,” ungkap pegiat LSM di Flores, Roni So, S.Sos ketika menjawab pertanyaan peserta diskusi bertajuk: Korem dan Urgensitasnya Bagi Kehidupan Masyarakat Flores, yang digelar Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Ende St. Yohanes Don Bosco di aula PUSPAS Jln El Tari, Ende, Sabtu (16/6/2007).
Rony So menjadi narasumber dalam diskusi tersebut bersama Romo Dr. Domi Nong, Pr. Kegiatan ini merupakan upaya PMKRI Cabang Ende untuk menggali input dari masyarakat dan mengajak masyarakat untuk menanggapi isu ini secara bersama. Mereka juga menggelar sejumlah kegiatan lain terkait isu pembentukan Korem Flores, seperti aksi damai dan dialog.
Rm Domi yang menyajikan makalah yang berjudul: “Jangan Memeras, jangan merampas”, mengupas secara khusus soal urgensi Korem di Flores. Menurutnya, masyarakat Flores masih menganggap kehadiran Korem di Flores sebagai suatu keinginan bukan sebuah kebutuhan. Sebab kebutuhan masyarakat Flores yang sangat mendesak adalah pendidikan, infrastruktur, sandang, pangan dan papan, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi.
Kendati begitu, pembicaraan mengenai gagasan pembentukan Korem di Flores tetap dianggap penting. Pasalnya, menurut Rm Domi, esensi dari militer itu haus akan kekerasan, karena mereka dididik dan dilatih dengan kekerasan yang kemudian membentuk karakter mereka. “Tentara sudah dibentuk dan dididik karakternya untuk menjadi haus akan kekerasan melalui proses pendidikan militer,” tandasnya.
Menjawab pertanyaan Arkadius Aku Suka dalam sesi dialog tentang kemungkinan terbentuknya Korem Flores jika Flores benar-benar menjadi propinsi sendiri, Romo Domi menuturkan bahwa terbentuknya Propinsi Flores memang ada hubungan dengan isu Korem. Sehingga, diharapkan agar masyarakat perlu mencermati apakah kehadiran Korem merupakan kebutuhan atau keinginan. Dia juga mengajak masyarakat Flores untuk mempertimbangkan secara matang dan tegas terhadap militer atau tentara. Akan tetapi, bukan bersikap anti tentara.
Sementara itu, seorang tokoh masyarakat Ende, Martinus Ngaga mengajak seluruh elemen masyarakat, TNI dan pemda agar tidak gegabah dalam mengambil sikap. Diharapkan agar semua pihak dapat duduk bersama untuk membicarakan masalah ini secara bersama guna mencarikan solusi penyelesaiannya. “Sehingga kesepakatan yang dicapai bersama mampu mengakomodir semua harapan dan aspirasi setiap elemen dan tidak ada satu elemen pun yang merasa dirugikan, agar ketika dalam perjalanan tidak ada yang merasa kecewa dan dendam,” ujarnya.
Sikap masyarakat yang masih pro-kontra dinilainya sebagai sesuatu yang lumrah di alam demokrasi. “Adanya pro kontra dalam masyarakat itu wajar-wajar saja, dan itu pertanda bahwa demokrasi di negeri ini berjalan dengan baik dan benar,” ujarnya. (sherif goa)

Ha'i Tamuku,,,

Terima Kasih atas kunjungan ANDA. Semoga apa yang ANDA baca DISINI,,,, dapat bermanfaat bagi ANDA. God Bless You,,,!